INDONESIATREN.COM - Kamis, 8 Mei 2025, ahli waris Tjoddo, Abd. Jalali Dg. Nai, melaporkan pendudukan tanah di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, oleh PT Inti Cakrawala Citra (ICC) ke Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta. Pada hari yang sama, Kuasa Hukum PT ICC dari Kantor Hukum / Law Office Thomas Tampubolon & Partners di Jakarta mengirimkan surat jawaban atas somasi terakhir yang dikirimkan Bahar, S.H., Kuasa Hukum Abd. Jalali Dg. Nai.
Dalam surat itu, Kuasa Hukum PT ICC menyatakan, bahwa pembelian tanah seluas 29.321 meter persegi di Kilometer 18 itu memakai SHGB No. 21970/Pai atas nama M. Idrus Mattoreang Dkk. (54 Orang Ahli Waris Tjonra Karaeng Tola), yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan empat putusan pengadilan.
SHGB 22970 atas nama M. Idrus Mattoreang (54 Orang Ahli Waris Tjonra Karaeng Tola)
Kuasa Hukum PT ICC juga mengungkapkan, bahwa Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia atas nama Tjoddo, yang dijadikan dasar kepemilikan tanah oleh Abd. Jalali Dg. Nai, pernah diajukan ahli waris Tjoddo, yakni Kattaru, dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Ujung Pandang.
Saat itu, Kattaru bertindak selaku penggugat intervensi dalam perkara No. 86/Pts.Pdt.G/1997/PN.Uj.Pdg. Namun, dalam putusan pada 7 Mei 1998, Majelis Hakim menolak gugatan intervensi Kattaru. Atau, dengan kata lain, bukti Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia atas nama Tjoddo adalah tidak sah.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ujung Pandang, 7 Mei 1988
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-134
Kuasa Hukum PT ICC juga mengatakan, bahwa hasil uji Laboratoris Kriminalistik Lab No. 25/DTF/2001, yang menyatakan Dokumen Alas Hak Rintjik Blok 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1 atas nama Tjonra Karaeng Tola sebagai “Non Identik” alias Palsu”, adalah pernyataan yang tidak benar.
Sebab, tidak pernah ada satu pun putusan dalam perkara pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan dokumen itu adalah “Palsu”.
Atas dasar itu, menurut Kuasa Hukum PT ICC, pemilik sah tanah di Kilometer 18 itu adalah kliennya, yang kini menguasai tanah itu secara fisik, dan juga sudah membangun gedung perkulakan Indogrosir Makassar di tanah itu. Kuasa Hukum PT ICC pun menolak dengan tegas somasi terakhir yang dikirimkan Bahar, S.H., Kuasa Hukum Abd. Jalali Dg. Nai.
Bangunan Indogrosir Makassar saat diduduki massa pendukung ahli waris Tjoddo, 25 April 2025
Menanggapi pernyataan Kuasa Hukum PT ICC itu, Bahar mengatakan, bahwa PT ICC selalu berlindung di balik putusan inkrah tanggal 29 Januari 2004. Padahal, putusan atas tanah di Kilometer 18 itu tak terkait dengan ahli waris Tjoddo, melainkan antara ahli waris Tjonra Karaeng Tola dengan tiga serangkai: Reza Ali, Ahmad Reza Ali, dan Dr. Indrian Asikin Natanegara.
Saat itu, ahli waris Tjonra Karaeng Tola menggunakan bukti surat berupa Dokumen Alas Hak Rintjik Blok 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1 atas nama Tjonra Karaeng Tola. Sedangkan tiga serangkai: Reza Ali, Ahmad Reza Ali, dan Dr. Indrian Asikin Natanegara menggunakan bukti surat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) 1984/Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warrow.
Perkara itu dimenangkan ahli waris Tjonra Karaeng Tola. Namun, belakangan, berdasarkan hasil uji Laboratoris Kriminalistik Lab No. 25/DTF/2001, dinyatakan: Dokumen Alas Hak Rintjik Blok 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1 atas nama Tjonra Karaeng Tola sebagai “Non Identik” alias Palsu”.
BAP Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen Nomor Lab: 25/DTF/2001
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-133
Nasib serupa dialami SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warrow. Berdasarkan Warkah Hasil Penyelidikan Polda Sulsel pada 26 Agustus 2022, SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warow itu dinyatakan “Salah Letak”, karena terbukti terletak di Kilometer 20.
Warkah Hasil Penyelidikan Polda Sulsel pada 26 Agustus 2022
Bahar juga menyatakan, bahwa Kuasa Hukum PT ICC telah menulis narasi bohong atau tidak benar mengenai Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia atas nama Tjoddo pernah diajukan ahli waris Tjoddo, Kattaru, dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Ujung Pandang.
Pasalnya, saat itu, Kattaru tidak pegang berkas dan surat kuasa dari ahli waris Tjoddo lainnya. Kehadiran Kattaru sebagai penggugat intervensi dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Ujung Pandang itu, adalah ulah pengacara dan mafia tanah, karena Kattaru bukanlah sosok yang cakap hukum. Sehingga wajar, bila pada putusan tanggal 7 Mei 1998, Majelis Hakim menolak gugatan intervensi Kattaru. (*)