INDONESIATREN.COM - Ditreskrimsus Polda Gorontalo pada Rabu, 11 Juni 2025, resmi menyerahkan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone, Kota Gorontalo, berinisial IAA dan DJ, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo. Dirreskrimsus Polda Gorontalo, Kombes Pol. Dr. Maruly Pardede, S.H., S.I.K., M.H., mengatakan, penyerahan dua tersangka ini dilaksanakan, karena berkas perkara kasus korupsi Jalan Nani Wartabone itu telah dinyatakan lengkap, atau P-21, oleh JPU Kejati Gorontalo.
“Dengan ini, kami menyampaikan perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi peningkatan Jalan Nani Wartabone, yang mana anggarannya adalah anggaran tahun 2021 dari PUPR Kota Gorontalo. Sebelumnya, telah ditetapkan tersangka dua orang, dan dilakukan penahanan untuk pemeriksaan,” tutur Maruly, alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2002, yang pernah bertugas sebagai Kapolres Sukabumi pada 6 Januari 2023 - 28 Desember 2023.
“Pada hari ini (Rabu, 11 Juni 2025), kami menyampaikan updatenya. Yang bersangkutan telah selesai dilakukan penyidikan, berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu (JPU) Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Penyidik pun akan melakukan tahap 2. Tahap 2 akan dilaksanakan di Kejaksaan Tinggi Gorontalo,” ungkap Maruly.
Berkas perkara dua tersangka sudah dinyatakan lengkap oleh Kejati Gorontalo
Sebelumnya, saat jumpa pers di Polda Gorontalo pada 10 April 2025, terungkap peran tersangka IAA dan DJ dalam kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone itu. IAA adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek pekerjaan peningkatan Jalan Nani Wartabone pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Gorontalo, Tahun Anggaran 2021. Sedangkan DJ adalah Kuasa Direktur PT Mahardika Permata Mandiri, perusahaan pelaksana pekerjaan peningkatan Jalan Nani Wartabone itu.
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-150
Nilai kontrak proyek yang dikerjakan PT Mahardika Permata Mandiri itu sebesar Rp 23.971.017.680,47 (dua puluh tiga miliar sembilan ratus tujuh puluh satu juta tujuh belas ribu enam ratus delapan puluh koma empat puluh tujuh rupiah).
Kontrak awal pekerjaan berlangsung pada 22 November 2021 - 19 Juli 2022. Seiring waktu, dilakukan adendum perpanjangan waktu pekerjaan sebanyak dua kali, sebelum akhirnya dilaksanakan pemutusan kontrak saat progres pekerjaan baru mencapai 43,50 persen.
Baca juga: Laporkan Kasus Penggelapan Alat Pertanian di Jampang Tengah Sukabumi, Kadiv BPBN Dipanggil Kejari
Pemutusan kontrak dilakukan, karena Dinas PUPR Kota Gorontalo menilai pihak penyedia tidak mampu lagi untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Dinas PUPR Kota Gorontalo pun sudah memberikan kesempatan waktu pekerjaan. Namun, hingga waktu yang diberikan, pihak PT Mahardika Permata Mandiri tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu.
Kedua tersangka terlibat kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone, Kota Gorontalo
Berdasarkan penyidikan Ditreskrimsus Polda Gorontalo, ditemukan dugaan pelanggaran hukum oleh IAA dan DJ dalam proses pengerjaan proyek itu. IAA kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Maret 2025, serta ditahan di Rumah Tahanan Polda Gorontalo selama 20 hari, mulai 17 Maret 2025 - 5 April 2025, dan perpanjangan penahanan selama 40 hari, mulai 06 April 2025 - 15 Mei 2025.
Baca juga: Terinspirasi Menu Asin-Asin-Pedas Khas Kafe, yuk Bikin: Tahu-Lada-Garam Paling Simpel Sedunia
Sedangkan DJ ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Februari 2025, dan menjalani penahanan di Rumah Tahanan Polda Gorontalo selama 20 hari, mulai 26 Maret 2025 - 14 April 2025.
Sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor: 62/LHP/XXI/11/2024, tanggal 1 November 2024, terdapat hasil penghitungan kerugian negara senilai Rp 5.974.395.800,75 (lima miliar sembilan ratus tujuh puluh empat juta tiga ratus sembilan puluh lima ribu delapan ratus koma tujuh puluh lima rupiah).
Kerugian negara dalam kasus ini tercatat lebih dari Rp 5 miliar
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-149
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Baca juga: Tinjau Lokasi Camping Ground di Cibadak Sukabumi, DPMPTSP Tegaskan Investasi Harus Sesuai Aturan
Sedangkan ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 3 adalah pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (*)