INDONESIATREN.COM - Tidak mudah untuk mengelola bisnis perbankan. Ada beberapa hal dan aturan yang wajib dipatuhi para bankir.
Di antaranya, pengelolaan berprinsip prudence alias kehati-hatian yang bisa berpengaruh pada kondisi finansialnya sebagai syarat penting bagi sebuah perbankan.
Apabila tidak berprinsip kehati-hatian, lalu menyebabkan kondisi keuangannya karut marut, aktivitas perbankan bisa berhenti total. Seperti yang dialami perbankan di Mojokerto.
Akibat kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian sehingga kondisi keuangannya tidak sehat, aktivitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho setop total.
Baca juga: Benarkah Jumlah BPR berkurang? Ini Penjelasan OJK
Penyebabnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan izin usaha BPRS Mojo Artho di Kota Mojokerto. Dasar pembekuannya karena pola pengelolaan perbankan itu kurang mempertimbangkan kehati-hatian.
Kepada media, Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, mengatakan, pembekuan izin BPRS Mojo Artho berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-13/D.03/2024 teranggal 26 Januari 2024.
Dalam prosesnya, pembekuan dan pencabutan izin usaha itu, ungkapnya, diawali oleh status BPRS Mojo Artho sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif, yaitu sejak 19 November 2020.
Penetapan status itu, tuturnya, berdasarkan Peraturan OJK (POJK)Nomor 19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran (SE) OJK No.56/SEOJK.03/2017.
Baca juga: OJK Punya Strategi yang Bisa Bikin Kinerja BPR Lebih Kinclong, Ini Bentuknya
Dalam perkembangannya, jelas Aman Santosa menyatakan, BPRS Mojo Artho berubah status, yaitu menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP).
"Dasarnya status BDP yakni Pasal 16C ayat (1) dan ayat (4) Klaster Stabilitas Sistem Keuangan. Juga, Pasal 325 UU (Undang Undang) 4/2023, " kata Aman Santosa.
Seiring dengan status BDP, Aman Santosa mengemukakan, pihaknya memberi kesempatan kepada BPRS Mojo Artho untuk melakukan berbagai upaya penyehatan keuangan.
Sayangnya, pengurus dan para pemilik saham BPRS Mojo Artho gagal memperbaiki kondisi keuangan industri jasa keuangan itu.
Baca juga: Catat, Aturan Baru Bagi Asuransi Berlaku, Seperti Apa Isinya? Begini Penjelasan OJK
Efeknya, tambah Aman Santosa, pada 12 Jamuari 2024, pihaknya melabeli BPRS Mojo Artho sebagai Bank Dalam Resolusi (BDR).
Status itu, ucap Aman Santosa, menjadi dasar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menunaikan kewewenangnya mengelola BPRS Mojo Artho.
Puncaknya, tegas Aman Santosa, LPS menerbitkan Surat Keputusan Dewan Komisioner LPS Nomor 26/ADK3/2024 tertanggal 22 Januari 2024, Isinya, beber dia, LPS tidak melakukan penyelamatan BPRS Mojo Artho.
"LPS pun meminta kami membekukan dan mencabut izin usaha BPRS iitu (Mojo Artho), " tuturnya.
Baca juga: Unik, Jumlah BPR diJabodetabek Berkurang, Nilai Asetnya Justru Bertambah
Selanjutnya, imbuhnya, LPS memproses likuidasi BPRS Mojo Artho dan menggulirkan fungsi penjaminan berdasarkan UU 24/2004. (*)