INDONESIATREN.COM - Perkawinan anak masih kerap terjadi, terutama melalui permohonan dispensasi usia kawin ke pengadilan. Fenomena itu pun tak terkecuali terjadi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Hal ini pun yang menjadi perbincangan antara Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama dengan Koalisi 18+ bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
Isu tersebut dibahas dalam dialog kebijakan publik bertema “Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di Kabupaten Sukabumi” di Gedung Pendopo Sukabumi, belum lama ini.
Baca juga: Disinggung Harus Punya Anak, Rina Nose: Gua Harus Menderita Atas Keinginan Orang?
Dalam dialog tersebut, disebutkan bahwa perkawinan anak di Jawa Barat yang mencapai 8,65 persen dan lebih tinggi dari angka perkawinan anak secara nasional, yaitu 8,06 persen, menempatkan Jawa Barat di peringkat ketiga angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan policy paper yang diluncurkan oleh Plan Indonesia dan Koalisi 18+ berjudul Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak dalam Permohonan dan Putusan Dispensasi Usia Perkawinan juga menemukan dari 60 perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama Giri Menang dan Pengadilan Agama Sukabumi, 90 persen permohonan dispensasi kawin disetujui oleh hakim.
Nazla Mariza, Influencing Director Plan Indonesia, mengatakan dialog ini diupayakan untuk mendorong pembuat kebijakan agar kembali mengevaluasi berbagai kebijakan terkait perkawinan anak dan implementasinya.
"Sudah ada serangkaian kebijakan di tingkat nasional dan daerah bahkan sampai desa untuk mencegah perkawinan anak. Namun, implementasinya dirasa masih belum efektif untuk memutus praktik perkawinan anak," ungkapnya.
"Kami berharap serangkaian dialog yang diselenggarakan ini yang melibatkan berbagai pihak termasuk pemerintah, hakim agama, tokoh agama, tokoh desa, pihak sekolah, anak pendidik sebaya hingga media, dapat membantu memperkuat perspektif dan komitmen berbagai pihak untuk mencegah perkawinan anak termasuk memperketat pemberian dispensasi," ujarnya.
Dalam menanggapi maraknya perkawinan anak di Kabupaten Sukabumi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) sedang menyusun Rancangan Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Perkawinan Anak dan Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Perkawinan Anak Kabupaten Sukabumi Tahun 2022-2027.
Jujun Juaeni, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sambutannya menekankan urgensi untuk mengurangi angka perkawinan anak di Kabupaten Sukabumi.
"Perkawinan anak adalah salah satu isu global. Sehingga penting untuk dapat mengatasi masalah ini terutama demi mewujudkan sumber daya manusia yang unggul di Kabupaten Sukabumi. Penting untuk memanfaatkan seluruh perangkat negara maupun agama agar anak dapat terlindungi dan tidak mengalami perkawinan anak," kata Jujun.
Baca juga: Diserang Netizen, Mahfud MD Berikan Klarifikasi Soal Dosa Ibu Melahirkan Anak Tak Berakhlak
Meskipun berbagai kebijakan telah hadir untuk mencegah perkawinan anak, isu ini masih menjadi tantangan karena permohonan dispensasi kawin anak yang didasarkan berbagai faktor seperti kehamilan remaja yang tidak diinginkan, desakan masyarakat dan lainnya mayoritas masih dikabulkan.
Implementasi dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin (PERMA No. 5/2019) dengan alasan kemendesakan masih belum optimal dan perlu dievaluasi.
Ma’ripah, Ketua Pengadilan Agama Cibadak menyebut pada dasarnya, di lapangan, hakim yang menetapkan perkara dispensasi kawin wajib memiliki sertifikat hakim anak dan perspektif anak. Sehingga, alasan kemendesakan tidak seharusnya menjadi dalil dari perkawinan anak.
"Namun, di lapangan memang masih banyak tantangan di berbagai level stakeholder. Sehingga, penting untuk menyamakan persepsi melalui sosialisasi semangat pencegahan perkawinan pada usia anak yang melibatkan pemerintah, seluruh hakim, tokoh agama, tokoh adat, serta masyarakat," ujarnya.
Urgensi Kepentingan Anak
Penasihat Kebijakan dan Advokasi Plan Indonesia, Ronald Rofiandri yang juga salah satu peneliti policy paper yang diluncurkan memaparkan salah satu temuannya yaitu putusan dispensasi kawin justru memperburuk keadaan anak, khususnya anak perempuan.
Baca juga: 3 Anak Tewas di Lokasi Galian Pasir di Nyalindung Sukabumi
Berbagai faktor penyebab, mulai dari aspek prosedur, standar pembuktian, pilihan pertimbangan penetapan hingga latar belakang hakim memengaruhi keberpihakan terhadap perlindungan hak anak.
"Dalam pelaksanaannya, masih diperlukan penyempurnaan dengan memastikan keterlibatan anak dan kepentingan terbaik bagi anak. Pendapat atau keterangan secara independen termasuk alasan mendesak dikaitkan dengan kepentingan terbaik bagi anak untuk masa kini dan masa depan dalam penetapan dispensasi kawin masih belum terlalu dipertimbangkan oleh hakim," tambah Ronald.
Pendidik sebaya dan youth advocate yang memiliki pengalaman mendampingi rekan sebaya dalam mencegah perkawinan anak berbagi pengalamannya dalam forum ini.
"Teman-teman saya yang banyak kawin di usia anak. Ada yang mau ujian dan bersekolah malah dinikahkan. Alasannya banyak seperti karena sudah pacaran dan ekonomi. Saya percaya bahwa anak dan kaum muda harus dilibatkan secara lebih bermakna dan kami bukan hanya dekorasi. Bersama-sama kita dapat menyelesaikan masalah perkawinan anak," ungkapnya.
Kepala DP3A Kabupaten Sukabumi Eki Radiana Rizki menjelaskan pemenuhan hak anak adalah salah satu fokus dari Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang sudah tertuang dalam berbagai kebijakan. Tujuannya adalah agar pencegahan perkawinan anak dapat menjadi perhitungan indikator penilaian Kabupaten Layak Anak.
"Sehingga, kami salah satunya sedang merancang Rencana Aksi Daerah untuk pencegahan perkawinan anak. Namun, kami tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan komitmen serta kerja sama dari berbagai stakeholder lainnya," kata Eki.
Penegasan dari perspektif agama ditekankan oleh Nur Rofiah, Ulama Perempuan dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang turut hadir.
"Bagi anak-anak yang sudah mengalami perkawinan anak, kita tetap harus memastikan hak-hak mereka tetap terpenuhi sebagaimana anak-anak lainnya. Perkawinan anak akan membahayakan anak perempuan, karena mereka akan hamil, melahirkan, yang bagi orang dewasa sudah melelahkan, apalagi anak-anak," ujarnya. (*)