INDONESIATREN.COM - Ratusan warga Suku Samaa Bangsa Bayo pada Jumat, 2 Mei 2025, mengikuti Upacara Hari Pendidikan Nasional (HPN) 2025 di Pulau Kera, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam upacara ini, pelajar putri MIN Kupang bernama Salsabila Jusran, membacakan puisi berjudul “Kami tak Pergi”, karya guru MIN Kupang, Ishak Dusu.
Isi puisi menyiratkan keresahan warga Suku Samaa Bangsa Bayo, yang terancam direlokasi dari Pulau Kera, menyusul pernyataan Bupati Kupang, Yosef Lede, pada 16 April 2025. Saat itu, dalam pertemuan dengan warga Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT, Yosef mengaku akan menggunakan aparat dan alat berat untuk meratakan pemukiman warga yang menolak direlokasi, karena merasa telah bermukim di wilayah itu lebih dari satu abad lamanya.
“Beta akan bawa pasukan lima truk, beta akan bawa eksa (eskavator), beta akan garuk sampai rata,” ucap Yosef, dalam rekaman video yang viral di media sosial itu.
Pembacaan puisi "Kami tak Pergi" okeh Salsabila Jusran
Yosef jmengatakan, kebijakan relokasi itu merupakan perintah langsung Presiden RI, Prabowo Subianto, terkait pengambilalihan kembali seluruh kawasan Hak Guna Usaha (HGU), termasuk Pulau Kera. “Ini perintah langsung Presiden, bukan perintah orang lain. Saya dipanggil langsung, dan ditelepon langsung Presiden,” ujar Yosef.
Baca juga: PDM Serahkan SK Kepala SMK Muhammadiyah Majalengka: Kepala Sekolah Dapat Diganti Kapan Saja
Menurut Yosef, Pulau Kera masuk dalam kawasan wisata sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sehingga tidak boleh dijadikan pemukiman warga. "Beta kasih ingat saja. Sonde mau dengar, ya sudah,” tegas Yosef.
Bupati Yosef Lede saat bertemu warga, 16 April 2025
Dikutip dari Wikipedia, Sabtu, 3 Mei 2025, Pulau Kera merupakan wilayah Taman Wisata Taman Laut Teluk Kupang, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 18/KPTS-II/1993, Tanggal 28 Januari 1993, sehingga tidak boleh ada pemukiman penduduk.
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-124
Memiliki topografi datar dengan pantai berpasir putih tanpa tutupan mangrove, pulau seluas 48,17 hektar di sebelah barat Kota Kupang ini secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Ulasa, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang.
Disebut Pulau Kera, karena di pulau itu dimakamkan seorang tokoh bernama Mbo Kera. Ia meninggal pada sekitar abad 16, saat dalam pelayaran dengan perahu lambo dari Pelabuhan Bajoe, Bone, menuju Australia, di bawah pimpinan tokoh Suku Samaa Bangsa Bayo bernama Mbo Kassa.
Sejak itu pula, Suku Samaa Bangsa Bayo singgah dan menghuni pulau itu, dengan mayoritas bekerja seperti nenek moyangnya, yakni sebagai nelayan. Ke pulau itu pula, Suku Samaa Bangsa Bayo dari berbagai wilayah di Indonesia kerap singgah dan menyandarkan perahunya.
Pulau Kera, yang sudah menjadi tempat singgah dan dihuni warga Suku Samaa Bangsa Bayo sejak abad 16
Sesuai namanya, suku Samaa Bangsa Bayo ini memiliki keterkaitan darah dengan Raja Gowa Pertama, Lolo Bayo, yang bergelar To Bayo. Saat ini, tercatat ada 80 kepala keluarga (KK) berdiam di Pulau Kera. Seorang tokoh Suku Samaa Bangsa Bayo yang tinggal di Makassar mengatakan, Pemerintah semestinya berterimakasih kepada para warga yang telah berbilang abad menghuni Pulau Kera.
Baca juga: Info Lowongan Kerja Versi Ke-123
“Jauh sebelum bupati dan lain-lain menjabat, pulau itu sudah dihuni dari generasi ke generasi,” kata tokoh itu. “Suku inilah penemu dan penjaga setiap pulau terluar Nusantara, yang wilayahnya begitu luas dan belum terlestarikan dengan baik. Sekarang, kok mau diusir paksa dari pulau yang selama berabad-abad sudah mereka jaga kelestariannya itu,” tegas tokoh tersebut. (*)