INDONESIATREN.COM - Hakim Konstitusi, Anwar Usman kembali dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 23 November 2023.
Anwar Usman dilaporkan oleh Kelompok Advokat indonesia (TPDI) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) lantaran pernyataannya pada 8 November 2023.
Pada saat itu, Anwar menyebut ada banyak putusan MK terdahulu yang bisa saja dianggap mengandung konflik kepentingan.
Namun nyatanya, para hakim konstitusi tidak ada yang mundur dari perkara tersebut.
Carel mengungkapkan bahwa pihaknya terusik dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Anwar tersebut.
"Bahwa pernyataan hakim terlapor yaitu Anwar Usman yang akan kami laporkan kembali bahwasannya pada masa MK diketuai oleh Jimly Ashiddiqie, Mahfud MD, dan Hamdan Zoelfa, serta Aries Hidayat telah terjadi conflict of interest dalam hal uji materil pasal undang-undang MK," ucap Carrel.
Carrel menyebut pernyataan yang dilontarkan oleh Anwar Usman suatu hal yang tidak etis, fitnah, dan tidak bertanggung jawab.
"Jelas tuduhan itu adalah sangat ngawur, tidak etis, fitnah, dan sangat tidak bertanggung jawab. Dan mencari pembenaran atas sikapnya Anwar Usman yang sudah diberhentikan, kasarnya dipecat sebagai Ketua MK," ujarnya.
Ketua Sekretariat MKMK, Fajar Laksono membenarkan penyerahan laporan tersebut yang diterima pada Kamis siang.
Seperti diketahui, pada 8 November 2023, Anwar Usman memberikan keteang di gedung MK dengan menyebut sejumlah nama Hakim MK terdahulu yang bisa saja putusannya dianggap mengandung konflik kepentingan.
Ia memberikan contoh perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 tentang masa jabatan Hakim MK.
Anwar menjelaskan bahwa gugatan Pasal 87 a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 202 tentang MK sangat berkaitan langsung dengan jabatan Ketua atau Wakil Ketua MK, yang pada saat itu dijabat oleh Anwar Usman dan Aswanto.
Baca juga: Maju ke DKI Jakarta Bisa Jadi Pelipur Lara Bagi Ridwan Kamil yang Tak Terpilih Sebagai Cawapres
Sedangkan untuk gugatan Pasal 87 b memiliki kaitan langsung dengan kepentingan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang pada saat itu belum menginjak usia 55 tahun.
"Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87 a karena norma tersebut menyangkut jabatan ketua dan wakil ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung. Namun saya tetap melakukan dissenting opinion," katanya.
"Termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam Pasal 87 b terkait usia yang belum memenuhi syarat" katanya. (*)